Langsung ke konten utama

Sehari Jadi Diplomat.


[sepenggal kisah pengalaman yang memberikan banyak pelajaran hidup dan pembangkin semangaat]
Tepatnya pada tanggal 12 Februari tahun ini. Kegiatan rutin program studi Hubungan Internasional Unida Gontor, Studi Akademik dengan lokasi tujuan Jakarta.
Dengan bermodalkan semangat kami memulai hari setelah menempuh perjalanan panjang Ngawi – Jakarta. Tujuan awal kita adalah kegiatan kelas diplomat atau dikenal dengan istilah SESDILU. Inti dari kegiatannya itu, kita dapet kesempatan untuk bisa belajar bareng diplomat muda, yang udah menempuh karir diberbagai penjuru dunia.
Kesyukuran yang mendalam dan kata terimakasih mungkin enggk cukup kami haturkan kepada bapak  Aji Surya (salah satu alumni Gontor) yang telah memberikan kesempatan kami untuk belajar lebih, yang mungkin dan enggk mungkin mahasiswa lain bisa merasakan pengalaman yag berharga ini. Hal ini disebabkan kita istimewa. Haha
[susah dijelasin sih pokoknya, intinya gitu]
Kita bener  - bener seakan – akan jadi diplomat yang lagi menempuh kelas diplomatnya. Dari semua kajian yang beliau –beliau terima, kami pun dapatkan, hingga hal kecil yang enggak pernah terbayangkan sebelumnya “coffee break” pun kita bareng – bareng sama beliau. Pokoknya full day like them. Sesi lain yakni sesi diskusi bersama diplomat, jadi kita bisa nanya apa aja hal yang blm kita dapetin di kelas kita perkuliahan, atau hal lain seputar magang, hingga kerjaan. Alhamdulillah
Jadi kalo enggak salah ya SESDILU itu kelas buat para diplomat yang udah berkarir diberbagai negara dan kelas ini bhasanya tuh buat naikin tingkat mereka, aku lupa nama resminya intinya kalo mau neik tingkat gitu ada kelas khususnya dulu gitu. Hahaha
Angkatan SESDILU yang kita ikuti ini angatan 63, yang setiap angkatan memikili program tambahannya masing – masing. Contonya untuk SESDILU angkatan 61 melaksanakan DIPLOMAT NYANTRI di Unida Gontor, dan alhamdulillah kami pun diberi kesempatan unutk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. Alhamdulillah
Kelas pertama dimulai jam 9 dengan pembicara Taufik Ismail, tau kan pasti ? ya, beliau seorang penulis dan juga sastrawan yang enggak mungkin orang enggak tau, banyak bngt hal yang kita dapetin dari pembicaraan beliau, satu kutiipan kata yang masih terkenang hingga saat ini “saya rindu kepada anak bangsa yang membaca buku dan menulis puisi” intinya gitu deh wkwk. Jadi pembahasannya membahasa seputar literasi, awalnya kita juga paham paham enggak, tapi seiring jalanya kita mulai paham oh gitu, oh gini. Dimana  jaman sekarang ini udah beda banget sama jaman yang beliau alami dulu. Dimana dulu banyak anak yang suka membaca dan menulis, tapi kini msemakin berkembangnya teknologi, menjadikan ketertarikan anak – anak kepada buku sangat berkurang, nah itu lah hal yang sangat disayangkan. Beliau ingin mengembangkan kembali hal – hal yang ada terjadi saat dulu, dan menjadikannya sekarang bisa lebih baik.
Kemudian sesi selanjutnya sore hari , bersama orang yang benar – benar penting dan tambah bermakna lagi saat kita tau kalo kita satu almamater, hahaha
Yaps beliau  wakit menteri luar negeri Indonesia dan segaligus alumni PMDG Gontor. Haha
Bapak Fachir panggilannya. Satu kutipan juga yang saya ingat hehe beliau mengartakan “Gontor yang menjadikan saya seperti ini” J J mendadak gak bisa berkata – kata sih. Bersyukur bngt, termotifasi bgt pokoknya lah. Yang lebiih mengesankan lagi, beliau bisa balance menjelaskan hal yang sebenarnya masih jauh dari nalar kita, ( ya lah, orng buat diplomat) tp bisa kita terima dan kita tangkap dengan baik. belau menjelaskan keseluruhannya dengan detail, dan jelas. Beliau membawa nilai – nilai Gontor yang kemudian di kolaborasikan dengan bla bla bla gitu deh wkwkwk
Yang aku dapet ya seharian itu, capek sih, tp bener – bener sebanding dengan pengalaman, pelajaran dan bla bla bla yang aku dan temen – temen lain dapetin. Dan yang membuat lebih bersyukur lagi, blm tentu mahasiswa lainnya bisa ngerasain sekolah, sekelas bareng sama diplomat dipmolat muda dalam forum kelas SESDILU, soalnya jelas – jelas kelas itu khusus yaa hehehe






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Realitanya.

[emang Kekuasaan itu lebih dari pada Kekayaan, tapi realitanya di Indonesia sendiri, sekarang kekuasaan dengan murahnya bisa di beli dengan Kekayaan] Gak bisa di pungkiri lagi sih ya keadaannya sekarang. Gak bisa didefinisikan keadaan Indonesia pada saat ini bagaimana. Tahun POLITIK. Apa sih maksudnya ? Yap, memasuki tahun 2019 ini akan diselenggarakan pemilihan umum PRESIDEN Indonesia masa   jabatan 2019 – 2024. Masalah yang jadi siapapun itu pun tidak bisa ditebak. Masing – masing kandidat memiliki keistimewaannnya masing – masing. Yang satu handai dalam melakukan sosialisasi dengan masyarakat tengah kebawah, ada juga yang satu yang lebih ahli dalam masalah perpolitikan, karna pernah menjabat sebagai panglima TNI keduanya memiliki daya saing yang kuat, tapi juga pasti memiliki sisi kekurangannya juga. Yang jelas, siapapun yang akan memimpin Indonesia untuk kedepannya, harapan besar pasti bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi, dari segala aspek kehidupan. Selain

kehilangan.

Untuk apa kita harus merasakan resah yang mendalam tentang kehilangan? Toh pada dasarnya, setiap diri kita tau bahwasannya kehilangan itu hal yang wajar setelah adanya pertemuan Apa dasar, kita bisa merasakan keresahan akan sebuah kehilangan, jika kita tau hakikatnya semua yang kita miliki hanyalah titipan sementara dari sang pencipta? Apa salah, jika kita merasakan keresahan atas kehilangan yang terjadi dalam hidup kita? Apa kererahan itu tanda kurang bersyukurnya kita, atas pemberian dan titipan sang pencipta? Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan rasa resah terhadap sebuah kehilangan? Bukankah kita harus berlajar merelakan dengan kata “kehilangan” yang mungkin akan tiba tiba terjadi dalam hidup kita? Bukannkan setiap dari kita pasti akan merasakan kehilangan, kehilangan apapun hingga kehilangan dari hal kecil yang tidak pernah dipikirkannya Bukankan kita pun akan tiba pada waktu dimana kita akan kehilangan sesuatu, kehingan yang tidak akan bida didap