Langsung ke konten utama

Bertranformasi.


Aku tak begitu paham istilah bertanformasi yang sebenernya, yang aku tau aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu. Walaupun mungkin beribu orang menilai aku masih sama antara aku yang dulu dengan yang sekarang. Aku hanya ingin mengatakan “apa yang kamu tau tentang hidupku dimasa lalu? Yang kamu tau aku yang ada dihadapanmu sekarang, yang kamu mau aku yang seperti kalian harapkan. Tapi bukannya setiap orang memiliki cara – caranya masing – masing dalam mengekspresikan dirinya?”
Yaps.
Aku pernah menjadi aku yang dulu, dan kini aku telah berubah menjadi aku yang sekarang. Dalam diriku  aku mencoba untuk benar – benar tidak peduli dengan orang – orang yang masih saja sibuk untuk mengurusi hidup orang lain.
Aku pernah mengalami fase terburuk dalam hidup, walaupunn pada kenyataannya sekarangpun aku masih belum menemukan diriku yang sebebernya. Fase terburuk dimana aku benar – benar tidak peduli dengan orang sekitarku, aku egois. Fase dimana aku hanya mencari dan mecari apa yang membuat hidupku bahagia, tanpa aku memperhatikan keadaan sekitarku. Hingga aku rasa hal itulah yang membuat aku berada pada fase yang bisa dikatakan menjauhkan diri dari keluarga. Aku dekat saat aku butuh.
Dan aku benar – benar menyesali segalanya saat aku mulai paham arti sebuah keluarga. They’re my everything.  “Sebanyak apapun teman yang ada untukmu, percayalah bagaimanapun kamu, pasti akan kembali kepada keluargamu”. Hal itulah yang telah menyadarkanku akan bodohnya diri ini akan kekonyolan – kekonyolan yang aku lakukan.
Namun semua hal itu, kini ku jadikan kaca perbandingan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, pribadi yang benar – benar bisa peduli dengan sekitar khususnya keluarga. Tidak ada yang bisa disalahkan tentang diriku yang dulu, karna aku mulai paham, fase terburuk itu berada pada masa SMP, dimana peralihan dari masa anak – anak ke masa remaja. Banyak orang mengatakan dengan istilah “Ababil” [anak baru labil]. Masa dimana seseorang sedang mencari jadi dirinya dan benar – benar hanya mementingan kepentingan pribadinya saja.
Tak banyak perubahan yang terjadi pada diriku dari aku yang dulu dengan sekarang. Aku hanya mencoba untuk selalu memahami mana yang harus diprioritaskan, mana yang benar dan salah. Aku belajar dari sebuah keadaan yang mengharuskanku berubah.
Keadaan itu berada pada masa aku belajar di sebuah pondok pesantren, yang secara tidak langsung aku dipaksa untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik dalam segala hal. Khususnya urusan agamaku. Masa tersulit yang pernah aku rasakan, masa dimana aku didik menjadi singa – singa betina. Aku hidup dalam asrama yang berdisiplin 24 jam, aku hidup jauh dari orang tua dan keluarga. Yang ada hanya teman – taman yang nasibnya pun tak jauh berbeda dengan diriku. Disitulah aku mulai memahami arti keluarga yang sesungguhnya. Aku mulai memahami keadaan dengan mencoba selalu memahami teman – teman yang ada disekitarku.
Selama 4 tahun aku belajar di pondok pesantren. Begitu banyak rintangan yang telah aku lalui. Susah senang aku rasakan bersama teman – teman seperjuangan. Hingga menghantarkan kami kepada gerbang kelulusan kami. Selama 4 tahun itu pun, kami benar – benar dididik menjadi pribadi yang tangguh, yang SURVIVE dengan segala keadaan yang sesuai dengan akhlak-ul-karimah. Aku sangat – sangat bersyukur, dengan segala yang terjadi selama 4 tahun silam, Alloh swt pertemukanku dengan teman – teman yang hebat, dengan mereka – meraka yang telah mengajariku dan menyadarkanku akan banyak hal. I love them more *Survival2k17
Namun bukan begitu aku melupakan masa – masa lamaku dulu, aku pun sangat bersyukur karna Alloh swt memberikanku keadaan yang sedemikian rupa, untuk menjadi kaca perbandinganku sekarang. Aku mulai memahami fase – fase kehidupan. Aku sangat bersyukur karna aku masih diberi kesempatan untuk menjalani fase terkonyol dalam hidup, kemudian berganti kepada fase dimana aku bisa merubah diriku menjadi lebih baik. Walaupun pada kenyataannya kata “baik” itu relatif, setiap orang memiliki pandangannya masing – masing tentang definisi “baik” itu sendiri.
Setidaknya, aku mencoba untuk merubah hidupku yang dulu menjadi hidupku yang sekarang untuk menghadapi hidupku yang akan datang menjadi lebih baik lagi..
*bertranformasi




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sehari Jadi Diplomat.

[sepenggal kisah pengalaman yang memberikan banyak pelajaran hidup dan pembangkin semangaat] Tepatnya pada tanggal 12 Februari tahun ini. Kegiatan rutin program studi Hubungan Internasional Unida Gontor, Studi Akademik dengan lokasi tujuan Jakarta. Dengan bermodalkan semangat kami memulai hari setelah menempuh perjalanan panjang Ngawi – Jakarta. Tujuan awal kita adalah kegiatan kelas diplomat atau dikenal dengan istilah SESDILU. Inti dari kegiatannya itu, kita dapet kesempatan untuk bisa belajar bareng diplomat muda, yang udah menempuh karir diberbagai penjuru dunia. Kesyukuran yang mendalam dan kata terimakasih mungkin enggk cukup kami haturkan kepada bapak   Aji Surya (salah satu alumni Gontor) yang telah memberikan kesempatan kami untuk belajar lebih, yang mungkin dan enggk mungkin mahasiswa lain bisa merasakan pengalaman yag berharga ini. Hal ini disebabkan kita istimewa. Haha [susah dijelasin sih pokoknya, intinya gitu] Kita bener   - bener seakan – akan jadi diplom

Realitanya.

[emang Kekuasaan itu lebih dari pada Kekayaan, tapi realitanya di Indonesia sendiri, sekarang kekuasaan dengan murahnya bisa di beli dengan Kekayaan] Gak bisa di pungkiri lagi sih ya keadaannya sekarang. Gak bisa didefinisikan keadaan Indonesia pada saat ini bagaimana. Tahun POLITIK. Apa sih maksudnya ? Yap, memasuki tahun 2019 ini akan diselenggarakan pemilihan umum PRESIDEN Indonesia masa   jabatan 2019 – 2024. Masalah yang jadi siapapun itu pun tidak bisa ditebak. Masing – masing kandidat memiliki keistimewaannnya masing – masing. Yang satu handai dalam melakukan sosialisasi dengan masyarakat tengah kebawah, ada juga yang satu yang lebih ahli dalam masalah perpolitikan, karna pernah menjabat sebagai panglima TNI keduanya memiliki daya saing yang kuat, tapi juga pasti memiliki sisi kekurangannya juga. Yang jelas, siapapun yang akan memimpin Indonesia untuk kedepannya, harapan besar pasti bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi, dari segala aspek kehidupan. Selain

kehilangan.

Untuk apa kita harus merasakan resah yang mendalam tentang kehilangan? Toh pada dasarnya, setiap diri kita tau bahwasannya kehilangan itu hal yang wajar setelah adanya pertemuan Apa dasar, kita bisa merasakan keresahan akan sebuah kehilangan, jika kita tau hakikatnya semua yang kita miliki hanyalah titipan sementara dari sang pencipta? Apa salah, jika kita merasakan keresahan atas kehilangan yang terjadi dalam hidup kita? Apa kererahan itu tanda kurang bersyukurnya kita, atas pemberian dan titipan sang pencipta? Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan rasa resah terhadap sebuah kehilangan? Bukankah kita harus berlajar merelakan dengan kata “kehilangan” yang mungkin akan tiba tiba terjadi dalam hidup kita? Bukannkan setiap dari kita pasti akan merasakan kehilangan, kehilangan apapun hingga kehilangan dari hal kecil yang tidak pernah dipikirkannya Bukankan kita pun akan tiba pada waktu dimana kita akan kehilangan sesuatu, kehingan yang tidak akan bida didap